Minggu, 15 Januari 2012

Makalah sistem politik dalam islam


A.    Pengertian Politik Menurut Islam
Dalam bahasa arab istilah politik merupakan terjemahan dari siyasah. Politik islam terdiri dari dua aspek. Yaitu politik dan islam.politik berarti suatu cara bagaimana penguasa mempengaruhi prilaku kelompok yang dikuasai agar sesuai dengan keinginan penguasa. Sedangkan islam berarti penataan dan islam sebagai din merupakan organisasi penataan menurut ajaran Allah,yaitu Al-Qur’an dan menurut sunnah rasulnya. Politik islam dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mempengaruhi anggota masyarakat,agar berprilaku sesuai dengan ajaran Allah menurut sunnah rasulnya.
Dalam konsep islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekspresi kekuasaan dan kehendak Allah tertuang dalam Al-Qur’an menurut sunah rasul. Penguasa tidak memiliki kekuasaan mutlak,ia hanya wakil (khalifah) Allah di muka bumi yang berfungsi untuk menegakkan ajaran Allah dalam kehidupan nyata.

Asas-asas Sistem Politik Islam    

1.      Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah.
Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian berikut:
·         Bahawasanya Allah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan tunduk kepada sifat IlahiyagNya Yang Maha Esa
·         Bahawasanya hak untuk menghakimi dan meng adili tidak dimiliki oleh sesiap kecuali Allah
·         Bahawasanya hanya Allah sahajalah yang memiliki hak mengeluarkan hukum sebab Dialah satu-satuNya Pencipta
·         Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hak mengeluarkan peraturan-peraturan sebab Dialah satu-satuNya Pemilik
·         Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang benar sebab hanya Dia sahaja yang Mengetahui hakikat segala sesuatu dan di tanganNyalah sahaja penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan lurus.
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahwa teras utama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyah dan Uluhiyyah.

2.      Risalah
Risalah berarti bahwa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w adalah suatu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.
Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah-perintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah:

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa’: 65)

3.      Khilafah
Khilafah berarti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh karena itu, dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenarnya.

Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus: 14)

Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ia menuntun agar tugas khalifah dipegang oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat berikut:
·         Terdiri daripada orang-orang yang benar-benar boleh menerima dan mendukung prinsip-prinsip tanggung jawab yang terangkum dalam pengertian khilafah
·         Tidak terdiri daripada orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang ditetapkan olehNya
·         Terdiri daripada orang-orang yang berilmu, berakal sihat, memiliki kecerdasan, kearifan serta kemampuan intelek dan fizikal
·         Terdiri daripada orang-orang yang amanah sehingga dapt dipikulkan tanggungjawab kepada mereka dengan yakin  dan tanpa keraguan.

B.     Prinsip-prinsip dasar politik dalam islam 

1.      Musyawarah
Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan orang-orang yang akan menjawab tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menentukan perkara-perkara baru yang timbul di kalangan ummah melalui proses ijtihad.

2.      Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersebgketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya.kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut. Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
3.      Kebebasan

Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang makruf dan kebajikanyang sesuai dengan Al–Qur’an dan Hadist. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenarnya adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.
4.      Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggung jawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuat kuasa undang-undang.

5.      Hak menghisab pihak pemerintah
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah. Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga berarti bahwa rakyat berhak.

C.    Prinsip Politik Luar Negeri dalam Islam.
Adapun prinsip-prisip yang digunakan dalam politik luar negeri islam:
1.      Pokok dalam hubungan negara adalah perdamaian.
2.      Tidak memutuskan hubungan damai antar negara kecuali karena alasan yang mendesak atau darurat.
3.      Membuat kaidah-kaidah hubungan luar negeri tetap dalam keadaan damai dan menjamin kedamaian itu.
4.      Membuat kaidah-kaidah hubungan luar negeri perang dengan tujuan mengurangi penderitaan.
5.      Membuat syarat-syarat bila negara mau diakuai negara lain.
6.      Megumumkan ketentuan-ketentuan perang bila sampai itu terjadi agar tetap pada tujuan yang benar.
Selain beberapa hal yang disebutkan diatas,prinsip politik luar negeri menurut islam dapat dikemukakan dalam sebuah asumsi bahwa manusia diciptakan Allah dalam berbagai bangsa,suku bangsa atau yang sejenisnya dengan tujuan,agar manusia saling mengenal satu dengan yang lainnya.

a.      Tujuan Politik Luar Negeri
Akidah Islam menjadi dasar bagi ideologi negara Khilafah Islam, yang mengharuskannya untuk menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Dengan kata lain, penyebaraluasan dakwah Islam merupakan prinsip politik luar negeri negara Khilafah Islam dalam membangun hubungannya dengan negara-negara lain, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Pada semua bidang itu, dakwah Islam harus dijadikan asas bagi setiap tindakan dan kebijakan.
Semua ini menunjukkan bahwa prinsip politik luar negeri Islam adalah mengemban dakwah Islam sehingga Islam tersebar luas ke seluruh dunia.
Negara-negara Barat berkiprah dalam politik internasional tentunya dalam peranannya untuk menyebarluaskan ide-ide sekularisme, demokratisasi, Ham, dll. Amerika Serikat mulai menyebarkan Kapitalisme sejak tampil di panggung dunia sebagai negara penjajah. Metode yang digunakannya untuk menyebarkan Kapitalisme adalah dengan melakukan penjajahan (imperalisme), baik penjajahan gaya lama maupun gaya baru.
Dalam Kapitalisme, motif ekonomi sangat menonjol, seperti kerakusan serta ketamakan Amerika dan Barat yang kapitalistis terhadap sumberdaya alam di negeri-negeri Islam dan posisi geografisnya yang amat strategis dan istimewa; juga adanya potensi negeri-negeri Islam itu sebagai pasar raksasa bagi produk-produk Barat dan sumber bahan mentah utama bagi industri mereka.

b.      Metode Politik Luar Negeri
Negara Khilafah Islam menerapkan politik luar negeri berdasarkan metode (tharîqah) tertentu yang tidak berubah, yakni dakwah dan jihad. Metode ini tidak berubah sejak Rasulullah saw. mendirikan negara di Madinah sampai keruntuhan Khilafah Islam tahun 1924.
Jihad ditujukan untuk menyingkirkan para penguasa zalim dan institusi pemerintahan yang menghalangi dakwah Islam. Dengan begitu, dakwah Islam dapat sampai ke rakyat secara terbuka sehingga mereka dapat melihat dan merasakan keadilan Islam secara langsung, merasa tenteram dan nyaman hidup di bawah kekuasaan Islam. Rakyat diajak memeluk Islam dengan cara sebaik-baiknya, tanpa paksaan dan tekanan. Dengan penerapan hukum Islam inilah, berjuta-juta manusia di dunia, tertarik dan memeluk agama Islam.
Salah satu tuduhan keji yang dilontarkan oleh Barat kepada Islam adalah bahwa Islam disebarluaskan dengan darah dan peperangan. Mereka menggambarkan para pejuang Islam yang memegang pedang di tangan kanan dan al-Quran di tangan kiri. Memang metode penyebaran Islam adalah dengan jihad (perang). Namun, perang adalah langkah terakhir, bukan langkah pertama yang dilakukan Khilafah Islam. Negara Khilafah tidak pernah memulai peperangan menghadapi musuh-musuhnya, kecuali setelah disampaikan kepada mereka tiga pilihan: memeluk Islam; membayar jizyah, yang berarti tunduk pada Khilafah Islam; jihad memerangi mereka—jika dua pilihan sebelumnya ditolak. Demikian sebagaimana sabda Rasulllah saw. yang diriwayatkan Muislim dari Buraydah r.a.
Kekejian justru tampak dalam politik luar negeri negara-negara Barat. Dengan slogan-slogannya yang menipu, mereka memalsukan niat busuk mereka dengan kata-kata indah. Penjajahan ekonomi dinamai ‘konsep perdagangan bebas’ dan ‘pasar bebas’, padahal prinsip ini dimaksudkan untuk menjamin terbukanya pasar dunia bagi perdagangan dan pendapatan negara-negara Barat. Penjajahan politik disebut dengan demokratisasi. Selain itu, mereka juga menciptakan wilayah-wilayah konflik seperti di Timur Tengah, Balkan, Amerika Latin, dan Asia. Semuanya dalam konteks mengobarkan perang berkepanjangan di sana serta mempertahankannya sebagai kawasan yang bergolak dan rawan konflik sekaligus menyibukkan negara-negara sekitarnya.\

c.       Pelaksana Hubungan Luar Negeri
Islam memandang, hubungan dengan negara-negara luar dibatasi dalam ruang lingkup negara. Bagi individu-individu atau partai-partai sama sekali dilarang melakukan hubungan dengan negara manapun. Meskipun demikian, mereka berhak berdiskusi, mengkritik negara dan menyampaikan pendapat kepada negara dalam hubungannya dengan negara luar. Rasulullah saw. Misalnya, secara langsung pernah membuat ikatan perjanjian, perdamaian, pernyataan perang, dan melakukan korespondensi (surat-menyurat) ke luar negeri. Demikian pula yang dilakukan para khalifah sesudahnya.
Dalam perspektif Barat, hubungan internasional tidak hanya meliputi interaksi yang berlangsung antarnegara, tetapi juga mencakup segala macam hubungan antarbangsa, kelompok-kelompok bangsa dan individu dalam masyarakat dunia dan kekuatan-kekuatan, tekanan-tekanan, dan proses-proses yang menentukan cara hidup, cara bertindak, dan cara berfikir manusia. (Wiriaatmadja, 1988: 36). Studi hubungan internasional mengacu pada segala bentuk interaksi antara aktor-aktor, baik yang bersifat negara (state) maupun non-negara (non-state).

D.    Konstribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional
Konstribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional tidak bisa dipandang sebelah mata. Di setiap massa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam selalu punya pengaruh besar. Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdrinya kerajaan – kerajaan, pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh Islam.
Salah satu penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini. Selain itu, dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik menjadi sarana penting bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
Inilah kontribusi Islam dalam perpolitikan nasional :
1.      Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya
Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup panjang. Jauh sebelum penjajah colonial berada di tanah air, sudah berdiri kerajaan Islam yang Berjaya. Kejayaan Kerajaan Islam ini berlangsung antara abad ke – 13 hingga abad ke – 16 Masehi.
2.      Era Kolonial dan Kemerdekaan ( Orde Lama )
Pada masa colonial Islam harus berperang menghadapi ideology kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideology tertentu seperti komunisme dengan segala intriknya.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang Dasar Negara.
Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri diatas Daulah Islamiyyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum agama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis Negara.
3.      Era Orde Baru
Pemerintah pada masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di dalam Negara. Ideology politik lainnya di pasung dan tidak boleh di tampilkan, termasuk ideologi Islam. Hal ini menyebabkan terjadinnya kondisi deplotasi politik di dalam perpolitikan Islam.
Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang mendukung pemerintah dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik Negara ini.
4.      Era Reformasi
Bulan Mei pada tahun 19977 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk membangun kekuatan dengan maksud menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran pemimpin Islam pada saat itu. Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat Islam dalam panggung perpolitikan pun semakin di perhitungkan.
Umat islam kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas dalam Negara Indonesia. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas islam.
Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asa dan label Islam. Partai – partai politik yang berasaskan islam pada waktu itu ialah PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU dan lain-lain.
Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya umat islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-pemimpin yang terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Islam harus serius untuk memunculkan pemimpin yang handal, cerdas, berakhlak mulia, professional, dan punya integritas diri yang tangguh.
Umat islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi (genaralisasi) dalam panggung politik. Politk islam harus mampu mempresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa Indonesia yang tercinta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar